
Serahkan Sertifikat, Bupati Azhari Warning Pengelola Koperasi Merah Putih
Corak, LEBONG – Bupati Lebong, Azhari, S.H., M.H., secara resmi menyerahkan akta sertifikat Koperasi Merah Putih kepada seluruh desa dan kelurahan se-Kabupaten Lebong. Penyerahan ini berlangsung pada Senin (30/06/2025) di Pendopo Rumah Dinas Bupati Lebong.
Dalam keterangannya, Bupati Azhari menyampaikan bahwa pengurus koperasi di masing-masing desa sudah mulai menjalankan kegiatan usaha. Namun, ia menegaskan bahwa seluruh aktivitas koperasi tetap berada di bawah pengawasan dan pendampingan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop) Kabupaten Lebong.
“Masing-masing desa sudah kita berikan akta atau sertifikat koperasi Merah Putih, dan pengurusnya juga sudah mulai bergerak. Namun dalam pelaksanaannya tetap diawasi atau dibimbing oleh Disperindagkop. Jadi mereka nggak usah sungkan-sungkan bertanya,” ujar Bupati Azhari.
Lebih lanjut, Bupati menyebut bahwa saat ini Pemerintah Daerah tengah menunggu realisasi anggaran dari pemerintah pusat, yang informasinya berkisar antara Rp3 hingga Rp5 miliar per desa. Dana tersebut diharapkan dapat digunakan secara optimal untuk mendukung aktivitas koperasi dan mempercepat perputaran ekonomi di tingkat desa dan kelurahan.
“Sambil menunggu anggaran dari pusat, kurang lebih informasinya Rp3 sampai Rp5 miliar per desa. Jadi uang itu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan adanya uang itu, tentu perekonomian desa dan kelurahan akan berputar. Nah, manfaatkan itu,” katanya.
Meski begitu, Bupati mengingatkan agar pengelolaan dana dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab guna menghindari penyalahgunaan yang dapat berujung pada persoalan hukum.
“Pesan saya, jangan sampai digunakan yang tidak-tidak, karena nanti ini akan berdampak ke masalah hukum,” tutupnya.
Sementara itu, Koordinator Wilayah (Korwil) Tiga Koperasi Merah Putih Provinsi Bengkulu, Ida Yanti, S.H., C.N., turut memberikan penjelasan terkait distribusi tugas notaris di wilayah Bengkulu.
“Di Provinsi Bengkulu itu kan ada 68 notaris yang sudah di-SK-kan oleh pengurus pusat. Kemudian dari 68 itu dibagi ke kabupaten-kabupaten untuk melayani 1.531 desa dan kelurahan,” ujar Ida Yanti.
Namun, Ida mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah seperti Kabupaten Lebong dan Kaur, jumlah notaris yang memiliki Nomor Pengukuhan Anggota Koperasi (NPAK) masih sangat terbatas.
“Di Lebong itu cuma ada satu NPAK, dan di Kaur juga cuma ada dua. Nah, waktu kami rapat, ada perintah dari BP (Badan Pengurus), supaya Korwil dari daerah yang notarisnya hanya satu atau dua itu ditambah anggotanya,” terangnya.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Ida bersama sejumlah notaris dari luar daerah turut diperbantukan untuk mempercepat proses.
“Kami tambah. Ada tiga yang masuk dari kota, termasuk Ibu Dian, kemudian saya sendiri di sini, dan satu lagi, Pak Bijanja. Kami berbagi tugas di situ,” jelasnya.
Dalam pelaksanaan di lapangan, dibutuhkan seorang koordinator. Ida menyebutkan bahwa Ibu Dian ditunjuk sebagai koordinator karena pengalaman dan posisinya.
“Kami tunjuk Ibu Dian sebagai koordinator. Kenapa? Pertama, dia lebih senior. Kedua, Ibu Dian ini sekretaris di pengurus wilayah. Jadi kita tidak ragukan kemampuannya untuk menangani ini,” jelas Ida.
Penunjukan ini, menurutnya, juga merupakan bagian dari instruksi langsung pengurus pusat.
“Perintah dari pusat juga, tolong ini dikawal, tolong ini diselesaikan dengan kondisi apa pun di daerah tersebut,” tambahnya.
Kendati demikian, Ida mengungkapkan sejumlah kendala yang masih dihadapi, terutama menyangkut proses Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) yang menjadi prasyarat sebelum notaris dapat bekerja.
“Kami notariskan menunggu hasil Musdesusnya. Kalau tidak aktif, ya kami cuma bisa duduk manis di kantor. Tapi gak akan selesai. Padahal kami tiap hari ditegur, tiap hari dipantau. Baik dari Kemenkop, Kemenkum, Kemenko Pangan, sampai pemerintah desa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ida menyoroti ketiadaan biaya operasional sebagai kendala utama dalam proses pendampingan dan pengurusan koperasi.
“Keluar surat edaran, keluar nota kesepahaman, tapi kendala di lapangan ini: tidak ada biaya. Tapi kami tetap jalankan, walaupun tidak ada yang membayar,” ungkapnya dengan nada serius.
Meski menghadapi berbagai hambatan, Ida menegaskan bahwa para notaris tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas karena merasa turut berperan dalam mendukung program pemerintah.
“Kami jalan terus. Karena ini mendukung program pemerintah.”
Bahkan, dalam salah satu rapat sempat muncul wacana agar notaris diizinkan bekerja dengan sistem pembayaran di belakang hari.
“Notaris boleh gak diutangi? Silakan diutangi, yang penting kita selesai dulu,” tutupnya. (Bams)